Pungli di Pelabuhan Ketapang, Alumni Lemhannas: Ketua DPRD Banyuwangi Harus Diperiksa
Jakarta ? Kasus maraknya praktek pungutan liar (pungli) pada Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, yg diduga ?Direstui? Ketua DPRD Banyuwangi, I Made Cahyana Negara, sudah mengundang reaksi berbagai pihak. Buat angkat bicara. Salah satunya merupakan Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, yg menyatakan ia sungguh prihatin dan menyayangkan terjadinya kasus tadi. Pungli di Pelabuhan Ketapang, Alumni Lemhannas: Ketua DPRD Banyuwangi Harus Diperiksa
Jakarta – Kasus maraknya praktek pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, yang diduga ‘direstui’ Ketua DPRD Banyuwangi, I Made Cahyana Negara, telah mengundang reaksi berbagai pihak. untuk angkat bicara. Salah satunya adalah Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, yang menyatakan ia sungguh prihatin dan menyayangkan terjadinya kasus tersebut.
?Saya sangat prihatin dan menyayangkan hal ini (masalah pungli ? Red) masih terjadi yaa. Apalagi praktek pungli terhadap para sopir truk di Pelabuhan Ketapang itu diduga mendapat restu dari Kades & Ketua DPRD setempat,? Istilah Wilson melalui pesan WhatsApp-nya, Rabu, 29 April 2020 kepada redaksi.
Untuk itu, lanjut Wilson, dirinya meminta supaya kasus tadi diusut tuntas sang pihak berwenang. Pungli menurutnya adalah salah satu penyakit masyarakat dan birokrat yang disejajarkan menggunakan perilaku korupsi & pemerasan. Negara bahkan membentuk sebuah team spesifik (Saberpungli ? Red) buat menangani dan membasmi praktek pungutan liar lantaran sebagai keliru satu penghambat pembangunan bangsa dan mengakibatkan ekonomi porto tinggi.
?Pemerintah semenjak beberapa tahun lalu sudah menciptakan Team Saberpungli (Sapu Bersih Pungutan Liar ? Red) dengan tujuan memberantas praktek pungli ini. Lah, di Banyuwangi praktek pungli malah direstui DPRD-nya? Aneh sekali itu. Team Saberpungli wajib berani mempelajari dan menyelidiki Ketua DPRD Banyuwangi, & bila sahih yang bersangkutan memberi restu kepada pihak eksklusif buat melakukan pungli, maka yang bersangkutan harus diberikan sanksi tegas,? Ujar Wilson yg pula adalah Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) itu.
Sebagaimana diketahui, dalam beberapa hari terakhir santer diberitakan pada berbagai media mengenai maraknya praktek pungutan liar (pungli) terhadap pengemudi truk pada Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur. Para pengemudi truk merasa keberatan atas pembayaran tiket jeramba sebesar Rp. 4.000 (empat ribu rupiah) setiap kali masuk kapal buat menyebrang ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Menurut para pengemudi truk, mereka sudah membeli tiket yg terdapat kode barcodenya di loket PT. ASDP sinkron tarif golongan tunggangan masing-masing, yang telah disediakan sesuai anggaran dari pihak PT. ASDP.
?Tapi koq terdapat lagi pembayaran tiket tambahan yang harus dibayar sang pihak pengemudi truk pada ketika truk mau masuk ke dalam kapal?? Saya galat satu sopir truk mempertanyakan & minta namanya dirahasiakan, Kamis, 26/03/2020.
Menurut oleh asal liputan ini, para pelaku pungli itu bahkan mengejar pengemudi truk hingga ke dalam kapal. Hal itu acapkali menyebabkan cekcok ekspresi antara pengemudi dengan pelaku pungli. Pengemudi bersihkeras beralasan bahwa mereka telah membayar kewajibanya menjadi pengguna jasa pelayaran sinkron tiket resmi yang ditetapkan pengelola pelabuhan.
Informasi yang dihimpun pewarta media ini, ternyata yg melakukan pungutan liar (tiket jeramba ? Red) tersebut adalah galat satu asosiasi yang bernama Serikat Pekerja Jasa Pelabuhan (SPJP) yg dipimpin oleh Jamhari selaku kepala. SPJP ini beranggotakan 48 orang. Informasi tadi dikonfirmasi sang I Made Cahyana Negara, selaku Dewan pembina SPJP, dalam Senin malam (06/04/2020).
Menurut pengakuan Jamhari, beliau menyampaikan bahwa dirinya didampingi I Made Cahyana Negara, seorang anggota (Ketua ? Red) DPRD Banyuwangi, sebagai Dewan Pembina. ?Saya didampingi Pak Made sebagai dewan pembina. Beliau selaku pembina di asosiasi yg saya pimpin yaitu keliru satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banyuwangi (DPRD),? Istilah Jamhari, 27 Maret 2020.
Termasuk pada jajaran pengurus SPJP, istilah Jamhari, antara lain Kepala Desa Ketapang & para pekerja jasa pelabuhan. Pihak asosiasi setiap bulannya menaruh donasi ke Kepala Desa Ketapang sebanyak Rp. 300.000 (3 ratus ribu rupiah).
Pewarta media ini selanjutnya menghubungi Dewan Pembina asosiasi tersebut, I Made Cahyana Negara, melalui telepon, Jum?At, 17/04/20. Made menjelaskan bahwa memang benar tiket jeramba yang dimuntahkan asosiasi tersebut tidak ada surat perintah kerja menurut pihak PT. ASDP menjadi legalitas resmi.
Dalam pengakuanya juga mengungkapkan selaku Dewan Pembina di asosiasi, beliau berharap bahhwa apabila pungutan liar tersebut ditiadakan/dilarang pihaknya sangat setuju. ?Saya setuju tidak boleh pungli di Pelabuhan Ketapang, menggunakan catatan sine qua non skema yang jelas menurut pihak PT. ASDP dan dari Gabungan Pengusaha Pelayaran (GPP) buat menggantikan penghasilan asosiasi tersebut, supaya pendapatannya sah,? Kentara I Made.
Dari berita dan pengakuan Ketua DPRD itu, berdasarkan Wilson, oleh Ketua Dewan ini mengetahui dan merestui adanya praktek pungli yang dilakukan anggota asosiasi yang dibinanya. ?Dari penuturan Pak Made itu, bisa disimpulkan bahwa beliau mengetahui & merestui adanya praktek pungli sang asosiasi binaanya itu. Bahkan, kesannya dia membela praktek tadi, walau terdapat bahasa ia sepakat tidak boleh, dengan catatan bla-bla-bla. Frasa ?Dengan catatan? Ini menandakan bahwa apabila tidak ada solusi lain bagi asosiasinya, maka pungli wajib tetap boleh dilakukan,? Pungkas lulusan pasca sarjana bidang studi Applied Ethics menurut Utrecht University Belanda & Linkoping University Swedia itu. (APL/Red)