Buntut Penangkapan dan Perlakuan Kasar Pemusik Angklung, Seniman Surabaya Akan Gelar Aksi

Surabaya - Menindaklanjuti insiden digaruknya pemusik angklung sang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya, dan Andre sal...

Surabaya - Menindaklanjuti peristiwa digaruknya pemusik angklung oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya, dan Andre salah satu pemusik yang mendapat perlakuan  kasar saat ngamen di lampu merah Jalan Gunungsari, Surabaya Kamis (23/5/2019), lalu. Sejumlah elemen seniman di Kota Surabaya, berkumpul di Resto Bebek Abunawas di Jalan Kayoon, Surabaya, Sabtu (1/6/2019).

Mereka, komunitas yg hadir Sekjen Dewan Kesenian Surabaya (DKS), Luhur. Ketua KPJ Surabaya, Ringgo. Abah Hafidz alias Abunawas, Penasehat Kelompok Penyanyi Jalanan Surabaya. Ketua KBRS Perjuangan, Yanto Banteng & elemen lainnya.

Konferensi pers diawali penuturan Kukuh, Ketua Komunitas Pemusik Angklung Surabaya, dia berkata siang itu bersama 6 remaja rekan-rekannya bermain atau ngamen angklung. Sesaat lalu tiba 6 truk petugas Pol PP menggunakan sedikitnya 30 petugas. Tanpa ba-bi-bu, mereka merampas alat musik angklung dan menyeret serta menjambak pengamen, dinaikkan ke atas truk.

"Tanpa ba-bi-bu, kita disergap, diseret terdapat juga yg dipukul & dijambak, kemudian dinaikkan truk. Alat musik kami juga dirampas, kami dibawah ke Liponsos," kata Kukuh.

Andre, salah satu korban kekerasan yg ketika itu juga hadir, membenarkan kisah itu.

"Saya diseret, dipukul dan dijambak," kata remaja tanggung itu.

Mendapati sejumlah luka pada badannya, Andre dan Kukuh lalu melaporkan insiden itu ke Polrestabes Surabaya, & mendapatkan Surat Tanda Lapor Nomor LP/B/499/5/RES.I.6/2019/Jatim/Restabes Surabaya. Termasuk disertakan bukti visum luka yang dialami.

Kuasa Hukum korban, Ali Subchan membeber, dan mengaku sangat menyesalkan peristiwa itu, dan akan terus mengawal hingga tuntas.

"Kami terus mengawal, ini peristiwa berfokus dan membuat malu. Terjadi pengeroyokan yang sebenarnya tidak ada dalilnya mereka (petugas Pol PP Surabaya) melakukan dan main kekerasan terhadap pemusik angklung waktu ngamen," tegas Ali.

Setelah lebaran, beserta-sama elemen lainnya akan menggelar aksi mendatangi Balai Kota Surabaya dan Kantor Satpol PP.

"Dan, juga ke Polrestabes buat menanyakan sejauh mana perkembangan penanganan perkara ini," tambah lelaki yang jua dosen Ilmu Hukum itu.

Berurutan, para punggawa seni di Surabaya yg hadir juga angkat bicara. Luhur menurut DKS menegaskan insiden yang menimpa artis angklung itu sangat membuat malu, & harus diusut.

"Pemerintah gagal membina & membentuk manusianya, sebagai rakyat kota, spesifik terhadap para artis angklung," tegas Luhur.

Kalau dinilai berbahaya, dimana bahayanya sebagai akibatnya harus digaruk apalagi dibarengi kekerasan, repreship menggunakan cara-cara lama yakni kekerasan.

"Mereka itu pelestari budaya, yakni ketegori seniman angklung, harusnya dibina buat menjadi lebih baik, bukan menggunakan cara kekerasan," tambahnya.

"Adik-adik di komunitas angklung jangan kecil hati, DKS ikut memback up perkara ini," kata Luhur.

Ketua KPJ, Ringgo ikut menambahkan, pihaknya akan balik mendata seniman angklung pada Surabaya.

"Saya balik bertanya, Perda yg dipakai pijakan itu apa? Artinya, Disparta Kota Surabaya tidak adil, harapan kami pemerintah punya solusi. Misalnya, kalau tidak boleh ngamen di pinggir jalan mungkin mereka bisa diarahkan ke mall, ke stasiun atau ke taman-taman, pada dasarnya sine qua non training, jangan main garuk apalagi dengan kekerasan," kritik Ringgo dengan keras.

Soal dukungan pihaknya sama menggunakan elemen lain, memberi support selain ke dalam akan segera dilakukan pendataan & pelatihan.

"Intinya, sine qua non perlakuan layak. Kita akan ikut mengawal buat mengetahui kebenaran atau kronologis peristiwanya. Dan, jangan melakukan tindakan yang nir berperikemanusiaan. Harapannya ini tidak boleh terjadi lagi," tegas Ringgo.

Yanto Banteng, jua tegas memberikan tanggapan, menurutnya insiden itu terjadi lantaran Walikota Surabaya nir tegas, menyajikan keamanan buat warganya.

"Saya menyalahkan manajemen walikota. Saya cuplik ucapan Walikota Surabaya (Tri Rismaharini) waktu tampil pada sebuah stasiun televisi Nasional, dia berkata memberikan bayaran pada seniman pada Surabaya, itu dusta tidak sinkron berita. Ini bukti beliau nir peduli menggunakan musik tradisional angklung. Kami akan melakukan aksi memprotes insiden ini," tegas Banteng.

Di akhir konferensi pers, mereka lalu berpose beserta menjadi bukti kebersamaan buat beserta-sama mengawal insiden membuat malu itu sampai tuntas. Dengan target aksi pada Kantor Walikota Surabaya dan Kantor Satpol PP. Diharapkan, menjadi dukungan & solidaritas seluruh elemen yang ada di Surabaya ikut mendukung planning itu.[red]