Wacana Sertifikasi Pra Nikah, Ning Lia: "Jangan sampai ada warga negara yang dirugikan"
SurabayaPos.Com - Polemik acara sertifikasi perkawinan atau sertifikat nikah melalui kursus Pra Nikah yg akan dicanangkan Kementerian ...
SurabayaPos.Com - Polemik acara tunjangan profesi perkawinan atau sertifikat nikah melalui kursus Pra Nikah yg akan dicanangkan Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia Kebudayaan (Kemenko PMK), Muhadjir Effendy, per 2020 nanti, masih mengundang polemik.
Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir menyebut sertifikat layak kawin akan mulai diberlakukan tahun depan. Calon pengantin harus mengikuti pembinaan diantaranya pemahaman ekonomi keluarga hingga kesehatan reproduksi, sehabis menikah.
Program ini adalah penguatan terhadap sosialisasi pernikahan yang sebelumnya dilakukan tempat kerja urusan kepercayaan (KUA).
"Selama ini hanya KUA dan menurut saya belum mantap," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Meski beberapa pihak menilai terobosan itu positif, tetapi penolakan masih timbul. Salah satunya adalah Aliansi Masyarakat Adat Indonesia Nusantara (AMAN). AMAN menilai wacana tersebut sulit diterapkan sang masyarakat adat.
"Kalau itu jadi syarat administrasi maka negara berkewajiban beri akta kelahiran ke anak istiadat yang lahir berdasarkan hasil pernikahan tata cara karena pernikahan adat yang belum legal secara aturan negara," istilah Staf Divisi Pembelaan Kasus, Direktorat Advokasi Kebijakan, Hukum & HAM AMAN, Tommy Indyan.
Tommy menilai, negara pada hal ini sudah mengintervensi terlalu jauh hak warga negaranya.
Tetapi bagi pihak lainnya, misalnya Majelis Ulama Indonesia, hal tadi (pembekalan pra nikah) dirasa krusial.
"Ya setuju mau diterapkan tahun ini, aku setuju, lantaran memang banyak angka perceraian dan banyak pula orang masuk pada kehidupan famili, pernikahan, tanpa bekal yang cukup," istilah Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis pada wartawan, Minggu (17/11/2019).
Namun, Cholil menyampaikan kursus pranikah itu nir dijadikan kondisi seseorang boleh menikah.
Senada menggunakan MUI, Joris Lato menurut lembaga pendampingan anak embun, mengungkapkan bahwa kursus pra nikah memang penting, bahkan diberikannya contoh bahwa hal tersebut telah diterapkan dalam kepercayaan .
"Di Islam terdapat rapak, kalau pada Katolik ada Kursus Persiapan Perkawinan (KPP)," ujarnya.
Persiapan Pra Nikah
Sementara, dihubungi terpisah, Lia Istifhama wanita aktivis Nahdlatul Ulama dengan lugas tetapi tetap santun, menanggapi tentang pentingnya persiapan pra nikah. Menurutnya, hal itu sangat rupawan dan berguna.
"Sebagai langkah kepedulian negara, dalam hal ini pemerintah buat menyiapkan pasangan yg akan menikah dengan kesiapan mentalnya. Saya lihat hal ini bertujuan menekan perceraian dan KDRT dan pemahaman bagaimana nantinya seseorang pasangan akan menjadi ayah atau ibu bagi anak-anaknya. Sebaliknya, bagaimana kesiapan mental jua tatkala mereka belum dikaruniai anak. Nah, yang krusial, kebijakan apapun, pemerintah jua harus melakukan pengenalan yang intens," urai pemilik sapaan Ning Lia itu.
Ditambahkan, selain itu juga melihat karakter masyarakat yg nir semuanya sama. Menurutnya, keputusan itu tidak saklek dan praktek suatu kebijakan wajib adaptif tidak boleh semua disamaratakan harus sama sepenuhnya.
"Coba diobservasi secara mendalam, dilakukan pengaplikasian secara bertahap. Parsial, sambil melihat respon masyarakat. Jangan sampai kebijakan yang baik malah jadi bumerang. Alias jangan sampai ada warga negara yang malah dirugikan. Pernikahan itu indah, jadi jangan sampai kesannya kayak dipersulit alias jadi momok. Nah, inilah yang penting. Bagaimana niat baik negara jangan sampai salah persepsi ketika diterapkan," tutup ibu dari dua anak tersebut.(tji)