Sidang Hiu Kok Ming, Tidak Ada Poin. Hakim: "Lainkali hadirkan saksi yang bagus ya"

SurabayaPos.Com - Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan sebanyak Rp. 30 miliar dengan terdakwa Hiu Kok Ming, balik digelar pada Pengadila...

SurabayaPos.Com - Sidang lanjutan masalah dugaan penipuan sebesar Rp. 30 miliar menggunakan terdakwa Hiu Kok Ming, pulang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut menghadirkan dua orang saksi, yakni  Njio Tjay Tjin alias Iskandar dan Kristono.

Njio Tjay Tjin alias Iskandar adalah makelar yang menjual tanah di Bekasi milik terdakwa Hiu Kok Min kepada Widjijono Nurhadi, sedangkan Kristiono adalah notaris yang pernah membuat akta pelepasan antara PT.  Adhi Realiti, sebagai pemilik asal atas 5 hektar di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi dengan terdakwa Hiu Kok Min.

Dalam sidang, saksi Njio Tjay Tjin alias Iskandar yg diperiksa pertama kali sang JPU, berkata dalam September 2011 beliau disuruh oleh terdakwa buat menjualkan tanah miliknya yg berada di daerah Kalimalang, Bekasi, dan dikatakan bahwa surat-surat tanah tadi dalam kondisi clear and clean.

Menurut saksi, penunjukan dirinya menjadi makelar tanah tersebut disebabkan karena beliau dekat dengan terdakwa dari tahun 2002.

"Setelah itu aku keliling-keliling ke Singapura, Malaysia hingga ke Thailand buat mencari pembeli, tapi tidak menerima pembeli. Setelah itu aku minta tolong ke Pak The Dody Widodo dibantu mencarikan pembeli, lalu saya diajak Pak Dody Widodo ke tempat kerja PT. Mutiara Langgeng & menunjukkan tanah milik terdakwa Hiu Kok Ming kepada Pak Widjijono Nurhadi, & berhasil dia beli," ujar saksi, Iskandar.

Dalam sidang, saksi jua mengaku setelah itu dirinya juga diminta ikut ke tempat kerja Notaris Priyatno menjadi saksi pada transaksi jual beli tanah pada Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi, antara terdakwa menggunakan Widjijono Nurhadi.

"Tetapi jual beli tadi sempat akan dibatalkan sang Widjijono Nurhadi, karena surat-suratnya belum terselesaikan. Tapi setelah terdakwa memberikan jaminan lima sertifikat ditambah cover notes menurut notaris, akhirnya akta jual beli ditandatangani. Di akta itu terdakwa berjanji akan menuntaskan sertifikatnya dalam jangka waktu 6 bulan, & apabila belum terselesaikan akan dikenai hukuman 10 juta perhari," terperinci saksi.

Dalam meja persidangan, Sudiman Sidabuke, sebagai pengacara terdakwa sempat bertanya pada saksi, apakah dirinya pernah menerima komisi pada jual beli tadi? Saksi menjawab, sebagai mediator jual beli, sampai ketika ini dirinya belum mendapatkan komisi.

Ditanya lagi oleh Sudiman, apakah saksi pernah mendapat uang Rp 520 juta dari terdakwa buat pengurusan surat-surat tanah pada BPN Bekasi? Saksi menjawab jikalau uang sebanyak Rp 520 juta tersebut bukan diperuntukan sebagai biaya pengurusan sertifikat. Melainkan menjadi porto operasional buat dirinya mencari pembeli kemana-mana, bahkan hingga ke Singapura & Thailand.

Mendengar jawaban seperti itu, Sudiman pun menduga aneh, kalau uang 520 juta hanya dipakai saksi menjadi biaya operasional mencari pembeli semata. Sebaliknya Sudiman permanen berkeyakinan jika uang Rp 520 juta tadi diberikan sang terdakwa menjadi biaya pengurusan sertifikat di BPN Bekasi.

"Rasanya sangat aneh bila uang Rp 520 juta, hanya digunakan buat mempertemukan terdakwa dengan The Doddy Widodo dan Widjijono Nurhadi, dan bukan menjadi biaya buat pengurusan sertifikat. Makanya kami nir heran bila saudara pernah dipidana 2 tahun penjara dampak menggelapkan uang terdakwa," celetuk Sudiman Sidabuke.

Usai persidangan, Sidabuke menduga bahwa saksi-saksi yg dihadirkan tidak ada poin.

"Kami nir menemukan poin sama sekali. Sekali lagi aku katakan, ini sidang perdana cuma kok larinya ke pidana," ujarnya.

Bahkan, hakim anggota sempat menyampaikan dalam jaksa agar membawa saksi yg berkompeten.

"Lain kali bawa saksi-saksi yang indah ya. Jangan saksi remeh." celetuknya.

Untuk diketahui, sengketa tanah ini terjadi saat Hiu Kok Ming menjual sebidang tanah seluas kurang lebih 5 hektar pada pelapor Widjijono Nurhadi di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi.

Di lalu hari, ternyata tanah 5 hektar di Bekasi tersebut belum absah menjadi milik terlapor lantaran terkendala belum munculnya sertifikat dari BPN.(tji)