Virus corona: Banjir dan letusan gunung berapi jadi ancaman nyata di tengah wabah, pemerintah 'masih bahas pembicaraan awal'

Pengamat kebencanaan menyampaikan pemerintah perlu memikirkan langkah-langkah buat mengantisipasi bencana alam di waktu pandemi virus corona, karena ancaman bencana alam masih mengintai banyak sekali wilayah di Indonesia. Jakarta, Widjo Kongko, ahli tsunami dan peneliti senior Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), berkata jika terjadi bencana alam berbarengan menggunakan wabah "ini jadi sesuatu yg betul-betul berat".

Pengamat kebencanaan mengungkapkan pemerintah perlu memikirkan langkah-langkah untuk mengantisipasi bencana alam di ketika pandemi virus corona, lantaran ancaman bencana alam masih mengintai aneka macam daerah di Indonesia.

Jakarta, Widjo Kongko, pakar tsunami dan peneliti senior Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), mengatakan bila terjadi bencana alam berbarengan dengan wabah "ini jadi sesuatu yang betul-betul berat".

Pernyataan Widjo beralasan lantaran hingga 30 April, contohnya, terdata 13 gunung barah pada status aktif & sebagian terletak di provinsi-provinsi yg merupakan zona merah penularan virus corona.

Terdata jua lebih berdasarkan 1.000 peristiwa bencana masih terjadi hingga awal April.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan pihaknya 'niscaya akan memberlakukan protokol Covid-19 dalam penanganan bencana'.

Namun kenyataan pada lapangan pertanda pemberlakuan protokol Covid-19 tidak semudah itu. Masker saja 'masih sulit' didapatkan rakyat di lebih kurang kaki gunung berapi yg tengah aktif.

Pakar kebencanaan beropini perlu terdapat 'modifikasi protokol dan strategi yg lebih tinggi intensitasnya'.

Evaluasi kapasitas tempat evakuasi

Widjo Kongko pakar tsunami dan peneliti senior BPPT meminta BPBD mengevaluasi kapasitas tempat pengungsian bila diperlukan evakuasi. Dengan adanya keharusan menjaga jarak aliassocial distancing demi mencegah penyebaran virus corona, ruang yang dibutuhkan menjadi lebih besar sehingga kapasitas saat ini perlu ditambah.

"Yang tadinya kapasitasnya misal 10.000 insan pada situ, mungkin sepertiganya saja bahkan mungkin kurang. Dari sini yg harus dihitung ulang," ujarnya.

Ia menambahkan, seandainya terjadi bala dan warga wajib dievakuasi, di loka evakuasi perlu dilakukan pemisahan orang-orang yg berstatus Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

Widjo berkata BPBD harus menyusun rencana kontingensi itu mulai menurut sekarang.

"Jek jek kalau orang Jawa bilang. Kalau-kalau. Kita enggak tahu, kalau-kalau ini masih dalam tahap Covid atau PSBB ini tiba-tiba ada gempa kan," tuturnya.

Bencana di tengah pandemi Covid-19

Dalam data Pusat Vulkanologi & Mitigasi bala Geologi (PVMBG) pada 30 April 2020 ada 13 gunung berapi di Indonesia yang tengah aktif.

Tiga gunung berapi pada antaranya berada di level siaga (level III) yg mensyaratkan rakyat siap memakai masker jika sewaktu-ketika terdapat hujan abu. Ketiga gunung itu adalah Gunung Agung-Bali, Gunung Karangetang-Sulawesi Utara, & Gunung Sinabung-Sumatera Utara.

Sementara 10 gunung barah lainnya berstatus waspada (level II) pada antaranya terletak di provinsi-provinsi yang termasuk dalam 5 akbar kasus positif virus corona terbanyak.

Misalnya, Gunung Semeru dan Bromo pada Jawa Timur, Gunung Merapi di Jawa Tengah dan DIY dan Gunung Slamet pada Jawa Tengah.

Sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sampai 10 April 2020, masih ada lebih dari 1.000 peristiwa bala. Bencana hidrometeorologi seperti banjir, puting beliung, & tanah longsor disebut masih permanen dominan. Kejadian lain yang jumlahnya tinggi yaitu kebakaran hutan & huma.

" I barat jatuh tertimpa tangga"

BBC Indonesia bertanya dalam rakyat di kurang lebih kaki Gunung Sinabung, Sumatera Utara yg berada pada level III (siaga) mengenai situasi yg mereka hadapi.

Pelin Sembiring, mengalami beberapa kali erupsi & awan panas Gunung Sinabung sejak tahun 2016.

Pelin mengungkapkan, rakyat pada kaki Sinabung "ibarat jatuh tertimpa tangga" karena penanggulangan bala erupsi belum terselesaikan, sudah terjadi lagi bala endemi virus corona.

Ia mengungkapkan, masyarakat mengeluh lantaran hasil pertanian mereka nir laku karena wabah virus corona. Masyarakat pula nir sanggup berdagang & bekerja karena perintah diam pada rumah; ad interim donasi sosial belum optimal tersalurkan ke warga , istilah Pelin.

Selain itu, Pelin mengatakan masyarakat kesulitan buat membeli masker. "Di manapun untuk loka pembelian, kita nir bisa. Ke toko kita cari pun maskernya tidak terdapat. Dan juga pada apotek-apotek sulit buat dicari," celoteh Pelin.

"Walaupun ada masker itu datang entah menurut mana dibawa ke apotek & toko, itu cepat habis. Jadi warga pada sini lebih poly nir gunakan masker daripada gunakan masker."

Sulit jaga jarak pada tengah banjir

Sementara pengalaman menjalankan protokol Covid-19 pada saat bencana dirasakan Kepala BPBD Rejang Lebong Budianto. Kabupaten pada Provinsi Bengkulu itu yang terbaru dilanda banjir & tanah longsor yang menghambat ratusan rumah masyarakat dan mengakibatkan kerugian kira-kira Rp1,5 miliar.

Budianto mengaku kesulitan membuat warga tetap menjaga jeda pada saat bala.

"[Protokol Covid-19] diperhatikan, tapi dalam praktiknya enggak bisafullkarena kondisinya memang darurat," ujarnya.

Selain itu, pihaknya jua kekurangan personel. Pasalnya, BPBD pula terlibat dalam penanggulangan pandemi Covid-19. "Jadi terdapat beban tambahan di waktu yg sama kita wajib mengakomodir yg banjir ini jadi ada sedikit hambatan-hambatan teknis di lapangan," tuturnya.

"Masyarakat juga berkumpulnya mendadak, mendesak, dalam arti mereka jua menyelamatkan harta-harta, barang-barang kan enggak mampu kita tunggu dulu. Mereka pribadi spontan, begitu."

Ali, tokoh warga di Kecamatan Curup Tengah, Kabupaten Rejang Lebong yang terdampak banjir, menyampaikan dia menyampaikan pada warga supaya permanen mengikuti langkah-langkah yang dianjurkan pemerintah wilayah buat mencegah penularan Covid-19.

"Mereka misalnya ini, berkumpul, terdapat lima hingga tujuh orang menggunakan alat-alat kesehatan mereka kan seperti masker. Kalau ingin menunjukkan (donasi) mereka menggunakan sarung tangan ... Masih ikuti sistem yang udah disampaikan pemerintah wilayah buat mencegah penularan Covid," ujarnya.

Bagaimanapun, menurutnya, bala banjir ini memperburuk syarat masyarakat yang pendapatannya telah berkurang lantaran endemi.

"Mereka yg tadinya sulit, tambah sulit dengan adanya banjir ini. Tadinya telah nir sanggup berkecimpung, ditambah terdapat musibah banjir ya tambah begitu kan," tuturnya.

'Mesti terdapat strategi yg lebih tinggi intensitasnya'

"Mesti terdapat suatu strategi, atau langkah-langkah yg menjadi lebih tinggi intensitasnya - orangnya perlu ditambah, fasilitasnya perlu ditambah, dananya juga buat menangani itu harus dianggarkan oleh pemerintah," kata Wayan Sengara menurut Pusat Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung menanggapi situasi yang terjadi.

Ia menekankan bahwa antisipasi bala alam pada saat endemi membutuhkan persiapan ekstra. Wayan menyarankan supaya BNPB menambah taraf risiko pada peta risiko bencananya sedikitnya satu poin - wilayah yang asalnya mempunyai risiko bala sedang, misalnya, menjadi risiko tinggi.

"Mestinya kan antisipasi berdasarkan medium ke tinggi itu telah ada suatu level-level langkah mitigasi, langkah penanganan yang mestinya telah dimiliki oleh perangkat-perangkat pada BNPB, BPBD, & sebagainya," ujar Wayan.

Menurutnya, BNPB bisa mulai menggunakan menambah loka-loka yg bisa dijadikan tempat evakuasi. Ia berkata bangunan-bangunan sekolah atau universitas bisa dijadikan loka penampungan pada keadaaan darurat.

'Masih pembicaraan awal'

Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB, Agus Wibowo, berkata pada situasi bencana alam pihaknya akan menerapkan protokol Covid-19. "Kalau kita sedang masa Covid ada bencana ya kita gunakan protokol Covid - gunakan masker, cuci tangan, dan sebagainya," ujarnya.

Namun, Agus mengakui bahwa kajian tentang penambahan kapasitas loka pengungsian belum dilakukan.

"Itu belum ada jadi belum dikerjakan sekarang. Belum pada mikir ke situ. Tapi kita masih ngomongnya Covid aja. Nanti kalau pengungsi ya pakai mekanisme Covid," kata Agus.

Sebelumnya dalam sebuah rilis pers, Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana BNPB Raditya Jati mengatakan akan menciptakan tim teknis buat menyusun kesiapan menghadapi bala alam pada situasi pandemi Covid-19.

Ketika dihubungi Jurnalis, Minggu (26/04), Raditya Jati menyampaikan kajian langkah antisipasi buat ancaman multibahaya itu "masih pembicaraan awaldanquot;.

Source: BBC News Indonesia