Covid-19 dan aktivitas pariwisata Indonesia: 'Wisata balas dendam', turis diprediksi melonjak setelah pembatasan sosial, 'Saya tidak mau mati konyol karena jalan-jalan'
Liputan Indonesia, LiputanIndonesia, Masyarakat Indonesia diprediksi bakal membanjiri loka wisata apabila pemerintah mencabut pembatasan sosial atau menyatakan Indonesia bebas kasus Covid-19. Tetapi tren yg diklaim sejumlah kalangan menjadi revenge tourism atau wisata balas dendam itu dievaluasi bisa kontraproduktif. Turisme dipercaya belum sanggup bergulir normal apabila vaksin Covid-19 belum ditemukan.
Foto; Dua turis mengenakan masker saat berwisata di Pantai Hua Hin, Thailand. Setelah pandemi Covid-19 berakhir, aktivitas turisme diyakini bakal berubah. |
Masyarakat Indonesia diprediksi bakal membanjiri loka wisata apabila pemerintah mencabut restriksi sosial atau menyatakan Indonesia bebas perkara Covid-19.
Namun tren yang disebut sejumlah kalangan sebagairevenge tourismatau wisata balas dendam itu dinilai bisa kontraproduktif. Turisme dianggap belum bisa bergulir normal jika vaksin Covid-19 belum ditemukan.
Pandemi Covid-19 membuat banyak orang mengalami kejenuhan pada tengah penerapan pembatasan sosial. Di antara yang merasakan itu merupakan Herlin Adeline, pejalan yg aktif berplesir ke banyak sekali negara, Herlin, masyarakat Jakarta, harus menahan dua perjalanan keluar negeri yg sudah direncanakannya dari jauh hari.
Asia Tengah adalah destinasi terakhir yang didatanginya, Januari kemudian. Walau pembatasan sosial masih berlaku, Herlin menyampaikan kawan-kawannya mulai membincangkan rencana jalan-jalan.
"PSBB baru 1,5 bulan di Jakarta, tapi banyak yg mulai bertanya apakah sudah boleh liburan dan mau liburan ke mana," ujarnya via telepon, Senin (11/05).
"Saya ngobrol menggunakan teman-sahabat pejalan, apakah akan berpergian sehabis restriksi dicabut. Beberapa bilang akan jalan, tapi terdapat yang bilang akan menunggu vaksin ditemukan," kata Herlin.
Keinginan untuk segera berplesir juga diutarakan Dewi, pejalan asal Semarang, Jawa Tengah. Dia berharap pandemi Covid-19 bisa segera berlalu agar planning berpergian keluar negeri, September mendatang, berjalan sesuai rencananya.
"Kalau Agustus atau September telah tidak terdapat kasus positif lagi, mungkin saya akan merealisasikan rencana perjalanan itu," ucap Dewi waktu dihubungi.
Niat membalas masa karantina diri di rumah dengan berwisata merupakan hal wajar, menurut Muhammad Arif Rahman, pemilik jasa perjalananWhatravel.
Setelah konvoi fisik terbatas di rumah selama berminggu-minggu, Arif menilai setiap orang secara alamiah ingin menikmati suasana baru, menurut sekedar makan ke restoran, nonton di bioskop, hingga liburan ke destinasi wisata.
"Revenge tourism sangat mungkin muncul karena banyak orang sudah bosan di rumah. Berpergian adalah salah satu yang mereka ingin lakukan sekarang," kata Arif.
"Tapi sehabis pembatasan sosial dicabut, mungkin mereka nir akan pulang ke destinasi yg jauh. Baru tahun depan akan banyak bepergian keluar negeri," tuturnya.
Kecenderungan revenge tourism ini juga muncul di Amerika Serikat, menurut hasiljajak pendapat yang digelar Skift Research, sebuah firma penerbitan, penelitian, dan pemasaran pariwisata.
Kajian mereka menemukan bahwa 1/3 penduduk Alaihi Salam berencana berwisata 3 bulan sesudah karantina wilayah dicabut.
Sementara awal Mei lalu, setidaknya 85 juta penduduk China, termasuk di kota Wuhan, melakukan perjalanan wisata setelah otoritas setempat melonggarkan kebijakan 'lockdown'.
Adapun pada Seoul, Korea Selatan, 10 Mei lalu kluster baru masalah Covid-19 muncul di sebuah klub malam.
Setelah 34 orang yang baru saja mengunjungi klub tadi dinyatakan positif Covid-19, negara itu diyakini akan segera memasuki gelombang ke 2 pandemi.
Pertanyaannya, seberapa bahaya berwisata sehabis pandemi?
Juru Bicara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ari Juliano, menyebut kegiatan wisata baru bisa berjalan normal selesainya vaksin Covid-19 telah ditemukan dan dapat diakses publik.
Sebelum kondisi normal itu terjadi, istilah Ari, wajib tetap terdapat kewaspadaan tinggi dalam potensi penyebaran Covid-19.
"Ketika aktivitas dibuka secara sedikit demi sedikit, yg akan disasar adalah destinasi wisata karena warga berwisata buat melepas kepenatan selama bekerja dan tinggal di rumah," ucap Ari.
"Kita tidak sanggup lagi bersikap misalnya sebelum pandemi. Setelah ini kesadaran akan kesehatan meningkat," kata dia.
Vaksin, bagi Herlin Adeline, memang satu-satunya indikator yang bisa memastikan pejalan terbebas ancaman Covid-19. Herlin menyamakannya dengan vaksin demam kuning (yellow fever) bagi orang yang akan berpergian ke Afrika dan Amerika Selatan.
Kementerian Kesehatan menyebut penyekit yang disebabkan nyamuk ini sebagaisalah satu yang paling berbahaya di dunia. Demam kuning dinyatakan edemis di 31 negara Afrika serta 13 negara Amerika Selatan.
"Sekarang mulai ada yg memperlihatkan iuran pertanggungan perjalanan, akan tetapi saya tidak ingin asuransi, melainkan keselamatan jiwa. Saya tidak akan terpapar jika aku sudah injeksi vaksin," istilah Herline.
"Hasil swab test pun nir mengklaim karenanya kan syarat dalam waktu tes. Kalau berpikir logis, aku berani jalan selesainya ada vaksin. Jangan sampai kita malah mangkat konyol," tuturnya.
Namun Arif Rahman dariWhatravelmenilai syarat vaksin hanya akan diterapkan untuk perjalanan antarnegara. Turisme dalam negeri disebutnya sulit berjalan jika harus didasarkan pada sertifikat vaksin.
"Pariwisata pada negeri pun semestinya perlu syarat itu, akan tetapi saya tidak konfiden seluruh orang merasa perlu vaksinasi."
"Jumlah wisatawan dalam negeri sangat poly dan jumlah vaksin pada saat dekat mungkin belum akan sebanyak itu," kata Arif.
Bagaimanapun, istilah Ari Juliano dari Kemenparekraf, kegiatan pariwisata akan mulai bergulir secara bertahap begitu pemerintah mencabut pembatasan sosial.
Hingga waktu ini, Kemenparekraf baru akan meminta pengelola tempat wisata menjamin kebersihan, kesehatan, & keamanan turis.
"Kami akan menunggu keputusan presiden, tim gugus tugas, & Kemenkes. Kalau aktivitas ekonomi dibuka secara sedikit demi sedikit, kami tentu akan mengikuti keputusan itu," istilah Ari.
"Saat ini yg bisa kami lakukan merupakan persiapan. Sebelum vaksin dtemukan, keadaan belum normal, ada kemungkinan gelombang ke 2 atau ketiga."
"Tahun 2021, walau vaksin belum ditemukan, aktivitas usaha balik dibuka. Kalau ketika itu keadaan lebih baik, walaupun masalah Covid-19 belum tuntas seluruhnya, industri pariwisata sudah siap," tuturnya.
Jadi, apakah dorongan membalas masa karantina diri menggunakan segera berlibur patut dilakukan?
"Buat orang yg nekat, mereka akan permanen pergi & mengabaikan potensi penularan atau gelombang kedua. Tapi saya akan lebih menunda diri," istilah Herlin.
Sementara itu bagi Dewi, liburannya baru akan dimulai saat kasus corona sudah tidak lagi muncul di banyak sekali negara.
"Saya lebih konfiden kita bisa berlibur waktu pandemi memang sudah berakhir, bukan lantaran sekedar restriksi dicabut," ucapnya.
Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif Wishnutama memperkirakan jumlah turis yg menikmati destinasi wisata Indonesia tahun 2020 hanya lima juta orang atau turun 11 juta orang ketimbang 2019.
Dalam skala global, Organisasi Pariwisata Dunia (WTO) menyebut sektor turisme mengalami periode terburuk setelah tahun 1950.
Source: BBCIndonesia