Yousri: Aneh, Pembunuh Wartawan Dapat Remisi

Hukum Indonesia Perlu di Evaluasi, Pembunuh Wartawan Dapat Remisi ?Aneh? Hukuman Seumur Hidup Menjadi 30 Tahun. Sorotan:  (Yousri Nu...

Hukum Indonesia Perlu di Evaluasi, Pembunuh Wartawan Dapat Remisi ?Aneh? Hukuman Seumur Hidup Menjadi 30 Tahun.

Sorotan:

(Yousri Nur Raja Agam  MH)

DUNIA hukum di tanah air kita Indonesia boleh dikatakan “tertawa terkekeh-kekeh”, minggu ini. Sebab ada yang lucu. Pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 tahun 2018  dinilai “aneh”. Betapa tidak, sebab inilah untuk pertamakalinya sepanjang sejarah, keluar sebuah keputusan hukum yang diberi nama “remisi perubahan”.

Seandainya Keppres ini nir diramaikan oleh wartawan & mediamassa, kelucuan Keppres ini nir akan terungkap. Kebetulan, yg dipermasalahkan para jurnalis itu, karena ada kaitannya dengan insan pers.

Masyarakat pers terkejut saat membaca Keppres 29/2018 itu, ada seorang narapidana (napi) bernama I Nyoman Susrama masuk dalam 115 nama yang hukumannya diturunkan dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun. I Nyoman Susrama adalah napi otak pembunuh wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa tahun 2009.

I Nyoman Susrama sebagai fakta di Koran Radar Bali, terkait kasus dugaan defleksi proyek pada Dinas Pendidikan. Susrama yang diberitakan Radar Bali itu, ternyata sangat yakin penulis kabar itu adalah Bagus Narendra Prabangsa. Sehingga dia dihabisi, dibunuh dan dibuang ke laut.

Mayat Prabangsa ditemukan mengambang pada Pantai Bias Tugel, Karangasem, kurang lebih pukul 09.40 WITA, Senin 16 Februari 2009. Penemu jenazah korban merupakan kapten kapal motor Perdana Nusantara. Saat ditemukan, korban mengenakan celana panjang cokelat tanpa baju. Dalam celana korban ditemukan dompet berisi bukti diri, yaitu SIM A, C, dan KTP. Kondisi korban mengenaskan.

Polisi yang melakukan pelacakan, akhirnya menyeret otak pembunuhnya, Susrama. Pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Susrama yang dituntut hukuman meninggal lantaran terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana seperti tertuang dalam Pasal 340 kitab undang-undang hukum pidana, hanya divonis sanksi penjara seumur hidup.

Vonis majelis hakim yg dipimpin Hakim Ketua Djumain pada PN Denpasar, 15 Februari 2010. Putusan pidana No.1002/Pid.B/2009/PN.DPS itu dikuatkan Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No.29/PID/2010/PT.DPS tanggal 16 April 2010 dan diperkuat lagi menggunakan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1665 K/PID/2010 tanggal 24 September 2010. Susrama yg sudah mendekam menjadi tahanan pada Rutan Bangli semenjak ditangkap 26 Mei 2009, akhirnya menjalani sanksi seumur hayati sebagai narapidana.

Setelah 10 tahun menjalani hukuman seumur hidup, ternyata nama Susrama masuk dalam daftar nama yang mendapat perubahan hukuman dari seumur hidup menjadi 20 tahun. Pembunuh wartawan Prabangsa ini terdapat pada  nomor urut 94 dari 115 terpidana yang mendapatkan keputusan Pidana Penjara Sementara. Keputusan itu ditetapkan di Jakarta, pada 7 Desember 2018 yang ditandatangani Presiden Jokowi.

Pada Keppres 29/2018 itu dinyatakan bahwa terpidana yang namanya tercantum adalah terpidana yang dikenakan pidana seumur hidup dan telah menjalani pidana sekurang-kurangnya lima tahun berturut-turut, serta berkelakuan baik.  Termasuk di sini, I Nyoman Susrama yang telah menjalani hukuman selama 10 tahun.

Kalangan pers dan dunia kewartawanan tersentak. Kemerdekaan pers yg selama ini ditegakkan, ternyata dinodai oleh pengurangan sanksi terhadap ?Pembunuh wartawan? Dari *seumur hidup sebagai 20 tahun*. Melalui berbagai aksi melakukan protes di Bali. Aksi solidaritas diikuti para wartawan pada banyak sekali wilayah & berbagai organisasi kewartawanan. Bahkan hingga ke Istana Negara pada Jakarta.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, yang diminta tanggapannya, awalnya mengelak. Dalam pemberitaan, ada yang menulis, pengurangan hukuman dan perubahan  dari hukuman seumur hidup menjadi 20 tahun itu, sebagai "grasi" dari Presiden Joko Widodo.  Namun, Yasonna membantah. Pemerintah tidak memberikan "grasi" kepada I Nyoman Susrama, melainkan memberikan “remisi perubahan”.

Terasa aneh, ada istilah “remisi perubahan”.  Dalam Keppres RI No.29/2018 itu disebut: Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara. Nama Susrama tercantum di dalamnya. Karena Susrama telah menjalani hukuman penjara selama 10 tahun dan umurnya sudah menginjak angka 60 tahun, maka  Pemerintah memberikan "remisi perubahan", jelas Yasonna Laoly.

Penjelasan Yasonna Laoly, tambah aneh & membingungkan. Menteri asal Pulau Nias Sumatera Utara ini menjelaskan, proses ?Remisi perubahan? Itu. Para napi yang menjalani sanksi seumur hidup diubah sebagai 20 tahun. Berarti jika beliau sudah 10 tahun (seperti Susrama), tambah 20 tahun, sama menggunakan 30 tahun. Umurnya sekarang telah hampir 60 tahun, katanya kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2019). Dapat ditafsirkan, Susrama jikalau berumur panjang, bebas dalam usia 90 tahun.

Para pengamat hukum ternyata juga heran, ada istilah “baru” yang “remisi perubahan” yang mirip dengan “grasi”.  Penjelasan Yasonna Laoly itu, tambah aneh, karena Susrama sudah menjalani hukuman 10 tahun dan diubah menjadi 20 tahun, maka nantinya hukuman yang dijalani 30 tahun. Lho, padahal hukuman maksimal di bawah seumur hidup dalam KUHP kita hanya 20 tahun, kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Abd.Wachid Habibullah.

Ini merupakan ?Defleksi? Hukum. Apa yg tercantum pada Keppres itu sebenarnya ?Grasi?, yaitu pengurangan sanksi yg membarui bunyi vonis hakim yg telah inkracht atau berkekuatan hukum permanen. Kalau pengampunan hukuman yang diberikan Presiden pada terpidana itu, terlebih dahulu harus mendapat pertimbangan menurut MA (Mahkamah Agung).

Penyimpangan hukum pada Keppres No.29/2018 itu, ujar Wachid, lantaran tanpa meminta pertimbangangan menurut MA. Presiden mengeluarkan Keppres yg oleh Menkumham disebut ?Remisi perubahan? , bukan ?Pengampunan hukuman?. Memang aneh. Maka layak manusia pers protes dan minta Keppres itu dicabut.

Penulis:

(Yousri Nur Raja Agam MH) Dewan Pakar PWI Jatim.