Dinilai Untungkan Jaksa, Dua Ahli Hukum Malah Beratkan Henry J Gunawan dan Iuneke

Surabaya - Kedua dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Arovah Windiani, SH, MH & Dr Choirul Huda, SH, MH dihadirkan...

Surabaya - Kedua dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Arovah Windiani, SH, MH dan Dr Choirul Huda, SH, MH dihadirkan sebagai ahli yang meringankan oleh Pasutri Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini, terdakwa kasus pemalsuan keterangan pernikahan di 2 akta otentik.

"Sebelum menaruh pendapat, saudara disumpah dulu ya sesuai menggunakan agama dan agama saudara,"kata Ketua majelis hakim Dwi Purwadi ketika membuka persidangan diruang garuda 1, Pengadilan (PN) Surabaya, Kamis (28/11).

Selanjutnya ke 2 pakar aturan tersebut didengarkan pendapatnya secara bersamaan. Tim penasehat hukum kedua terdakwa yg diketuai Hotma Sitompul menerima giliran pertama untuk bertanya, kemudian dilanjutkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Ali Prakoso.

Dari pantauan diruang sidang, Sempat terjadi perdebatan antar pakar aturan perdata, Arovah menggunakan jaksa Ali Prakoso ketika dipertanyakan tentang pemahaman mengenai rapikan cara perkawinan Tionghoa yang dilakukan sang kedua terdakwa.

"Tidak tau,"istilah Arovah menjawab pertanyaan jaksa Ali Prakoso.

"Kalo nir tahu ya aku tidak akan bertanya lebih jauh lagi soal keabsahan perkawinan istiadat ini,"sahut jaksa Ali Prakoso.

Tak hanya itu, perdebatan juga terjadi antara Jaksa Ali Prakoso dengan ahli pidana, Choirul Huda saat ditanya terkait pasal 266 KUHP apakah  delik aduan atau bukan delik aduan.

"Menurut ahli apakah pasal 266 ini merupakan bukan pelanggaran hukum aduan?," tanya Jaksa Ali Prakoso.

"Anda jangan membandingkan pendapat saudara dengan saya, ya memang bukan pelanggaran hukum aduan" jawab Choirul Huda.

Kemudian jaksa Ali Prakoso  juga bertanya mengenai pendapat Choirul Huda mengenai apa yang dimaksud dengan memberi keterangan dalam pasal 266 KUHP.

"Misal misalnya ada seorang yang mengungkapkan dirinya suami & istri dalam pembuatan akte otentik apakah itu mampu diklaim menjadi sebuah berita ?," tanya Jaksa Ali Prakoso.

"Ya itu merupakan sebuah keterangandanquot;,jawab Choirul Huda.

Persidangan masalah ini akan dilanjutkan satu minggu lagi menggunakan agenda ahli meringankan lainnya yang dihadiri sang ke 2 terdakwa.

"Sidang hari ini dinyatakan selesai & balik dilanjutkan hari Kamis, tanggal 5 Desember,"ucap hakim Dwi Purwadi menutup persidangan.

Usai persidangan, JPU Ali Prakoso menduga liputan kedua ahli aturan yg dihadirkan kedua terdakwa justru dipercaya menguntungkannya.

"Jelas menguntungkan kami menjadi penuntut umum. Seperti liputan pakar perdata tadi, Dia dihadirkan sebagai ahli perkawinan, tapi saat kita tanya mengenai tata cara perkawinan adat Tionghoa saja dia tidak tau, bagaimana kita mampu yakin bila perkawinan yang dilakukan kedua terdakwa ini bisa dikatakan absah sang ahli, sementara beliau saja tidak tau perkawinan Tionghoa misalnya apa, beliau tidak tau,"istilah Ali Prakoso waktu dikonfirmasi usai persidangan.

Sedangkan terkait pendapat pakar pidana, Choirul Huda, masih istilah Ali Prakoso, Pihaknya telah menemukan poin menurut pendapat ahli pidana yg dinilai singkron menggunakan pasal yang didakwakan.

"Tadi dia (Ahli Pidana) menerangkan kalau di Pasal 266 intinya keterangan itu harus substansi dari isi perjanjian. Tapi kalau kita dilihat di Pasal 266 sendiri nggak ada itu. Bunyi pasalnya yang menyatakan keterangan dalam suatu akta ini harus spesifik,  keterangan seperti ini  harus keterangan yang substantif tidak ada. Intinya itu tetap aja keterangan diakta otentik. Dipasalnya sendiri nggak ada menyebut itu,"jelasnya.

"Saksi juga menegaskan kalau pasal 266 itu adalah bukan delik aduan,  artinya siapapun yang merasa dirugikan bisa melapor,"pungkasnya.

Untuk diketahui, Kronologis perkara ini dimulai dari pembuatan dua akta yakni perjanjian pengakuan utang sebesar Rp 17 milliar dan personal guarantee yg dibuat sang PT Graha Nandi Sampoerna sebagai pemberi hutang & Henry J Gunawan sebagai penerima hutang di hadapan notaris Atika Ashiblie SH pada Surabaya dalam lepas 6 Juli 2010.

Dalam kedua akta tersebut Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) dan faktanya, mereka baru resmi menikah secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011 dan  dinikahkan  oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru  dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011.