Pilih Rokok atau Paru Paru, Ini Pesan TCSC IAKMI Jatim
Surabayapos.Com - Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), TCSC IAKMI Jawa Timur pulang mengingatkan bahayanya rokok. Pihakn...
Surabayapos.Com - Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), TCSC IAKMI Jawa Timur pulang mengingatkan bahayanya rokok. Pihaknya menyebut usaha yg dilakukan tidak akan sia-sia. Itu disampaikan pada seminar yg digelar di sebuah kampus negeri di Surabaya, Jumat (31/5/2019).
Selain bersamaan menggunakan HUT Kota Surabaya, pengesahan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah dikeluarkan menjadi pengganti Peraturan Daerah Nomor lima Tahun 2008 mengenai Kawasan Terbatas Rokok (KTM).
Peraturan Daerah KTR yang berisi tujuh kawasan menjadi KTR sesuai UU RI Nomor 36 Tahun 2009. Wilayah itu meliputi, area Fasilitas Kesehatan, Tempat belajar mengajar, Area anak bermain anak, Tempat Ibadah, Kendaraan Umum, Tempat Kerja & Tempat umum serta loka yang ditetapkan sebagai KTR.
Perda KTR bertujuan 1. Menciptakan ruang, lingkungan hidup yang higienis dan sehat. 2. Melindungi kesehatan perorangan, famili, masyarakat menurut bahaya rokok. Tiga. Melindungi usia produktif, remaja & mak hamil. 4. Meningkatkan pencerahan & kewaspadaan akan bahaya rokok.
Selain Surabaya, kabupaten Sidoarjo, Malang Kota, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Tuban, Madiun Kota dan kabupaten Ngawi telah memiliki Perda KTR. Khusus kabupaten Ngawi selain mempunyai Perda juga telah memiliki Peraturan Gubernur terkait KTR.
Ketua TCSC Jawa Timur, Santi Martini menyebut Kabupaten Jombang, Banyuwangi, & Bojonegoro sedang dalam pendampingan buat mempunyai Peraturan Daerah KTR.
"Selain amanat UU Kesehatan, eksistensi Peraturan Daerah KTR merupakan seruan berdasarkan Menteri Dalam Negeri melalui SE Mendagri bernomor 440/7468/Bangsa Tanggal 28 November 2018. Dalam penilaian "Kota Sehat" dan Kab/Kota Layak Anak (KLA) dipersyaratkan mempunyai Perda KTR yg dilaksanakan secara nyata," kentara Santi Martini.
Dia menambahkan, rakyat sebenarnya telah mengetahui jikalau kebiasaan merokok menjadi penyebab terjadinya gangguan kesehatan.
Kemudian, dr. Kurnia Dwi Artanti membicarakan, rilis yg dikeluarkan sang Lembaga Kesehatan Dunia WHO tahun 2018, 36% atau 80 juta orang penduduk Indonesia adalah perokok. Jika dibiarkan, jumlah perokok di tahun 2025 pada Indonesia akan mencapai lebih kurang 90 juta jiwa.
Sementara, menurut penelitian Universitas Indonesia, setiap hari 500 jiwa warga negara Indonesia tewas dunia dampak rokok.
Ilham dosen IKK yg sebagai pembicara berikutnya mengungkapkan keprihatinannya. Sebuah paradoks terkait telah dikeluarkannya Perda KTR oleh legislatif Surabaya, beredar keterangan akan diselenggarakannya pameran industri rokok pada Surabaya, Oktober mendatang.
"Entah apa yang terjadi. Tiba datang Kota Surabaya mau sebagai tempat pertemuan World Tobacco Asia (WTA) tahun 2019. Padahal sebelumnya Bali, Jakarta sudah menolak sebagai lokasi terselenggaranya program yg bertentangan dengan spirit terkait rokok yg selama ini diperjuangkan sang sahabat-sahabat TCSC," ujar Ilham.
Ilham menambahkan, pada satu sisi pihaknya merasa lega menggunakan terbitnya Peraturan Daerah terkini, sisi lain jua kecewa menggunakan keluarnya liputan bahwa Surabaya sebagai ajang produk mesin rokok terkini.
Padahal buat menurunkan tingginya pengguna rokok amat sulit. Tahun 2019, sasaran penurunan pengguna rokok remaja dicanangkan 5, 4%. Tetapi kenyataannya justru malah semakin tinggi menjadi 9,1%. Tahun sebelumnya perokok remaja mencapai 7,6%.Dji