Apresiasi dan Siap Lanjutkan Kinerja Tri Rismaharini, Ini Dia Orangnya

SurabayaPos.com - Punya tekad 'Semangat untuk Mengabdi' dan tertantang melanjutkan kerja keras dan keberhasilan yang telah diukir o...

SurabayaPos.com - Punya tekad 'Semangat untuk Mengabdi' dan tertantang melanjutkan kerja keras dan keberhasilan yang telah diukir oleh Tri Rismaharini, Lia Istifhama Arek kelahiran Suroboyo ini siap berlaga di Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Pilwali) Kota Surabaya tahun 2020 mendatang.

Program Nawa Tirta, oleh Ning Lia -demikian dia biasa disapa- pun dibeber sebagai resep langkah kakinya menapaki panggung politik, yang ditawarkan kepada pemilih, warga Kota Surabaya pemilik hak suara. Dia mengakui kalau darah politik dalam dirinya rupanya mengalir dari sang ayah, KH Masykur Hasyim yang pernah menjadi wakil rakyat di DPRD Jatim dari PPP.

"Iya, ini mungkin tak bisa dihindari. Jiwa pengabdian rupanya mengalir dari Abah saya. Sejak remaja saya sudah gemar berorganisasi," kata Ning Lia membuka obrolannya dengan media ini, kemarin.

Sambil melontarkan pujian untuk kerja keras dan perjuangan Tri Risma, dengan tekad bulat Ning Lia ingin mengabdikan diri untuk kemajuan bersama, dan bisa dinikmati bersama oleh seluruh warga Kota Surabaya.

“Kami ingin Surabaya tetap punya walikota seperti Ibu Risma, serius, pekerja keras dan ulet," katanya, sambil kembali mengulangi kalimat, kalau dirinya merasa tertantang untuk melanjutkan perjuangan dan keberhasilan Tri Rismaharini.

Perempuan berhijab, ramah dan gaya bicaranya blak-blakan itu kemudian membeberkan program Nawa Tirta.

Satu, Wani Rembukan itu memiliki arti wujudkan reduksi kriminalisme melalui kredibilitas hukum dan menjaga keamanan.

Dua, Mbecak itu memiliki arti mengurangi beban kemacetan dan budaya aman berkendara,

Tiga, Semanggi memiliki arti semangat membangun kota religi.

Empat, Seduluran artinya komitmen menjaga sejarah dan budaya leluhur Suroboyoan.

Lima, Ringkes memiliki makna bahwa birokrasi yang berakses kemudahan dan anti korupsi

Enam, Waras yang artinya mewujudkan strategi penanganan banjir dan permasalahan kesehatan.

Tujuh, Akas yang artinya mengawal dan melaksanakan pembangunan infrastruktur yang merata dan seimbang.

Delapan, Grapyak memiliki arti terus menggerakkan ekonomi produktif masyarakat.

Sembilan, Sinau artinya memberikan jaminan dan kepastian akses pendidikan yang merata untuk semua.

"Dalam bilangan sansekerta, Nawa berarti sembilan. Sembilan merupakan angka tertinggi. Dari sembilan, jika tidak selesai dalam angka tersebut kembali ke angka satu, dua dan seterusnya. Angka sembilan juga merupakan simbol dari wali songo," urai Ning Lia, alumnus Universitas Airlangga (Unair), UINSA, dan STAI Taruna.

Dia menyebut, air adalah sumber kehidupan bagi semua yang ada di bumi. Air mengalir, berkelanjutan atau sustainability dan merata secara luas.

"Itu ada filosofinya, artinya menjadi pemimpin harus seperti air yang berani turun hingga ke bawah, jadi tidak hanya mengandalkan laporan. Jadi kalau ada sesuatu baik soal yang buruk atau sebaliknya, kita jadi tahu sebelum diberitahu," urai Ketua Forum Indonesia Bersatu Surabaya ini.

Masih kata Ning Lia, dirinya yang sejak awal nawaitu berniat mendedikasikan diri sebagai "pelayan" masyarakat Kota Surabaya, mengaku telah menyiapkan konsep realistis. Penyuka lagu Gebyar-Gebyar milik almarhum Gombloh dan lagu berjudul Ibu alunan Iwan Fals itu, mengatakan, sosok pemimpin harus hadir melayani bukan dilayani, mengerti kebutuhan dan memahami yang diperlukan masyarakatnya.

"Itu tidak gampang, dan Insyaallah saya akan amanah menjalankan. Dan jangan lupa, kritik, tegur dan ingatkan saya jika menyimpang dari kehendak rakyat," ucap ibu dua anak itu dengan serius.

Sementara, ditanya optimismenya termasuk soal rekomendasi partai politik yang akan dipakai sebagai kendaraan maju di pencalonan walikota, Lia mengaku dirinya telah mantap dan yakin, untuk memperjuangkan rakyat akan terbuka jalan lebar.

"Insyaallah, mohon doanya agar semuanya lancar, kan ini perjuangan untuk semua warga Kota Surabaya," ucap perempuan yang tengah merampungkan studi S3-nya itu.

Dengan merendah, pemilik nama yang pernah terjaring di semifinalis Cak dan Ning Suroboyo itu menyebut dirinya memang bukan siapa-siapa.

Sebagai pendidik di sejumlah kampus dan aktif di berbagai organisasi saat menjadi mahasiswa, misalnya di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di UINSA Surabaya, juga aktif di Karang Taruna itu kembali menyebut dirinya merasa terpanggil untuk melanjutkan yang telah dikerjakan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.

“Saya memang bukan siapa-siapa, tapi saya punya semangat dan tekad kuat untuk mengabdikan diri bagi kemajuan warga Kota Surabaya,” kata keponakan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa ini.

Jalinan kedekatan yang telah lama dirajut misalnya dengan kelompok pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), kaum ibu berbagai komunitas, generasi muda lintas perkumpulan baik karang taruna, mahasiswa, santri, buruh dan elemen lainnya diharapkan menjadi modal pengungkit menuju jalan mulus di Pilkada Kota Surabaya, 2020, mendatang.

Sambil memohon doa kepada semua warga Kota Surabaya, Ning Lia berharap jalinan komunikasi terus berkelanjutan untuk menuju kesuksesan bersama.

"Titip salam saya untuk semua warga Kota Surabaya, semoga langkah ini terijabah oleh Allah SWT," tambahnya.

Dia juga menyebut, menjadi walikota harus bisa bergotong royong dan menjalin sinergitas dengan semua pihak.

"Surabaya ini gudangnya ahli di berbagai bidang, dengan menjalin sinergitas dengan semua pihak, diharapkan bisa menyelesaikan berbagai masalah dan persoalan," sebutnya.

Saat ditanya komitmennya jika kelak duduk di kursi walikota, dengan lugas menjawab sosok yang proporsional, termasuk saat menjalankan tugas.

"Kita semua ini harus siap jika sewaktu-waktu mendapat amanah. Jabatan tidak boleh kita meminta, tetapi kalau (jabatan atau amanah) itu datang, tidak bisa kita menghindar. Bismillah, mohon doanya ya Mas," pungkas Ning Lia, yang juga tergabung di Perempuan Tani Jawa Timur.(tji)