FKMS Soroti Dugaan Mark Up BBM Subsidi untuk Kapal Perintis
SurabayaPos.com - Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) menyebut, Jawa Timur menjadi provinsi pertama yang melakukan subsidi kapal perin...
SurabayaPos.com - Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) menyebut, Jawa Timur menjadi provinsi pertama yang melakukan subsidi kapal perintis tentu sangat membanggakan.
Namun, FKMS melalui juru bicaranya Sutikno menilai dibalik subsidi tersebut ditemukan dugaan praktik manipulasi yang berakibat merugikan keuangan daerah. Sutikno menyebut, FKMS menemukan dugaan ada kerugian negara sebesar Rp6,02 miliar.
"Program subsidi kapal perintis yang dilakukan oleh Pemprov Jawa Timur melalui Dinas Perhubungan, kita temukan ada masalah. Kami menduga pemakaian BBM kapal perintis terjadi mark up,” kata Sutikno, Jumat (22/11/2019).
Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu, kemudian menyebut dalam APBD 2019, ada anggaran untuk subsidi kapal perintis sebesar Rp29,4 miliar. Itu terbagi ke dalam dua paket, pertama trayek Surabaya-Masalembu-Keramaian-Masalembu-Kalianget-Pamekasan- Gilimandangin-Gili Ketapang- Probolinggo. Dengan nilai kontrak sebesar Rp17,42 miliar, yang dimenangkan oleh PT Dharma Dwipa Utama.
Sementara paket yang kedua, trayek Kalianget- Sapudi-Kangean-Sapeken- Pagerungan Besar- Sapeken-Tanjung Wangi, nilai kontraknya sebesar Rp12,02 miliar. Paket ini tercatat dimenangkan oleh PT Sumekar, BUMD milik Pemkab Sumenep.
FKMS menilai program itu sarat dengan sejumlah masalah, mulai dari nomenklatur dan lelang yang tertunda, sehingga kegiatan untuk satu tahun dipaksakan menjadi enam bulan.
"Pihak Dinas ingin meniru pusat bahwa subsidi langsung diberikan kepada PT Pelni, padahal pemberian kepada pelni adalah sebagai bentuk PSO ( Publik Service Obligation). Sementara kepada pihak swasta harus melalui pelelangan,“ urainya.
Penelusuran FKMS untuk Bil of Quality (BQ) untuk paket Surabaya-Probolinggo diketahui bahwa kebutuhan BBM untuk mesin induk sebanyak 859.230 liter. Sementara mesin bantu sekitar 10% dari mesin induk.
“Untuk paket lainnya masih kami cari, nanti kalau sudah dapat kita kabarkan melalui media," janjinya, sambil menyebut ada dugaan mark up untuk pemakaian bahan bakar.
Cak Tik, panggilan Sutikno menyebutkan komponen BBM nilainya juga tinggi.
"Mengingat komponen BBM nilainya 70% lebih dari nilai kontrak mark up pada pekerjaan ini tentunya juga akan membuat biaya semakin bengkak, begitu logikanya," terangnya.
Mark up ini semakin jelas ketika, pejabat di dinas tersebut menyatakan bahwa pelayaran perintis dilayani oleh kapal dengan berat 5000 GT.
"Pemerintah pusat saja hanya untuk penyeberangan angkutan Merak-Bekahuni, mewajibkan kapal 5000 GT, itupun masih diberi toleransi 4 tahun untuk migrasi. Dengan ukuran kapal lebih besar tentunya dibutuhkan tenaga mesin yang lebih besar sehingga dengan sendirinya akan memperbesar kebutuhan BBM," ucap Sutikno.
Dia mengungkapkan dugaan ini semakin jelas karena Dishub Jatim memakai perhitungan yang berbeda dengan Peraturan Dirjen Perhubungan Laut Nomor: SK.218/AP.204/DRJD/2018 tentang komponen penghasilan dan biaya yang diperhitungkan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan penyeberangan perintis.
Menurut peraturan, biaya BBM dihitung dengan rumusan perhitungan anggaran sebagai berikut: (Jumlah mesin induk) X (Daya Mesin per unit) X (koefisien pemakaian BBM per PK per Jam) X (jam layar per trip) X (harga BBM per liter).
Sementara, yang dipakai Dishub Jatim rumusannya seperti ini, MCR (0,85 X HP) SFOC X 24 X 10-3 X 1,05 ton/hari X Waktu Tempuh X Harga BBM.
Dari simulasi yang dilakukan FKMS didapat selisih pemakaian BBM 326250 liter.
"Ini untuk mesin induk saja, jika ditambah dengan mesin bantu tentu jumlahnya lebih besar lagi, sekitar 358875 liter. Karena sudah kontrak maka diperoleh harga satuan BBM sebesar Rp. 14.210/liter. Dan harga ini pun juga lebih mahal dari harga pertamina area 1 (Jawa Timur, masuk area 1). Selisih sebesar Rp300 Per Liter,” terangnya sambil menunjukkan detail perhitungan yang bikin kepala mumet.
“Oleh karena itu, jika dibandingkan akan didapat hasil sebagai berikut. Dalam kontrak komulasi biaya BBM Mesin Induk dan Mesin Bantu sebesar Rp13.43 miliar. Hasil ini dikurangkan dengan hasil perhitungan menurut Perdirjen Hubla sebesar Rp. 7,41 miliar, didapat hasil Rp6,02 miliar.
"FKMS menduga bahwa untuk paket Surabaya-Probolinggo telah terjadi kerugian negara minimal sebesar Rp6,02 miliar," terangnya.
Masih kata Sutikno, selama program itu berjalan dalam kesempatan sosialisasi Fatah Yasin, Kepala Dinas Perhubungan Jawa Timur selalu mengatakan bahwa program itu merupakan wujud komitmen Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa kepada warga Madura.
"Pernyataan ini jelas menyesatkan, sebab program ini digodok dan disahkan masuk dalam APBD ketika Gubernurnya masih Soekarwo," katanya menutup pembicaraan.(tji)