Emak-Emak Menjerit, Harga Bawang Putih Melonjak Naik
Surabaya - Fenomena di tahun politik 2019, menciptakan sejumlah bahan pokok merangkak naik, galat satunya harga bawang putih di sejumlah pas...
Surabaya - Fenomena di tahun politik 2019, membuat sejumlah bahan pokok merangkak naik, salah satunya harga bawang putih di sejumlah pasar tradisional terus merangkak naik, hal ini juga terjadi di Surabaya, Jawa Timur.
Bawang putih menjadi komoditas dapur itu merangkak naik, entah ditimbulkan oleh apa, tetapi pada insiden ini dikeluhkan oleh emak-emak (ibu) yang setiap harinya berada di dapur. Dalam kenaikan harga bawang putih itu sangat memberatkan bagi keuangan mereka.
? Telah sebulah akhir harga bawang putih terus naik, jikalau begini terus, masyarakat kecil termasuk seperti saya ini jadi tambah susah, sedangkan gaji suami tetap gak naik,? Ucap yuliati Ibu tempat tinggal tangga, Minggu (10/dua/2019).
Dari pantauan pada lapangan, harga bawang putih dipasar induk Surabaya memang memberitahuakn nir stabil, harga tersebut terus melonjak yang sebelumnya dikisaran Rp19 ribu per kilogram. Misalnya, pada Pasar Induk Wonokromo Surabaya, dalam hari Minggu 10/2/2019 malam, buat jenis bawang putih protolan dijual dengan harga Rp27 ribu sampai Rp28 ribu. Bawang putih akbar jenis Sico seharga Rp29 ribu. Jenis bawang putih lokal bonggolan dengan berukuran relatif kecil di jual menggunakan harga Rp29 ribu sampai Rp30 ribu. Harga tersebut jua hampir sama pada Pasar Pabean, Surabaya.
?Harga jual memang segitu, untungnya tipis sekali dari harga kulakan,? Kata H.M Nasir, keliru seseorang pedagang di Pasar Wonokromo, sambil menyebut isterinya Mariyeh pula berjualan di Pasar Pabean, harga jua saya samakan seperti yg dia katakan.
Kenaikan harga tertinggi terjadi buat bawang putih jenis Kating (higienis), & buat Premium harga awal per kilogramnya Rp32 hingga Rp33 ribu, sekarang sebagai Rp43 ribu per kilogram. Untuk bawang putih yg telah dikupas dijual menggunakan harga Rp40 ribu sampai Rp45 ribu per kilogram.
Harga Naik, Masyarakat Menjerit
Tahun 2017, bagi importir khususnya bawang putih, nir akan mendapat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) selama satu tahun hingga tiga tahun. Itu, " Menurut aku sangat tidak lazim dan memberatkan. Jika itu terus dipaksakan oleh pemerintah nir hanya menyudutkan pelaku usaha atau importir. Namun warga sebagai konsumen yg sangat terpukul,? Jelas Sutik, yg terus mengamati gejolak dan terus merangkaknya harga bawang putih.
Lanjutnya, penerapan anggaran kewajiban tanam bawang putih bagi importir sangat tidak efektif, meski menggunakan dalih buat menaikkan produksi dalam negeri dan menuju swasembada.
Selain importir wajib mengeluarkan tambahan porto yang sangat tinggi, misalnya buat pembelian benih menggunakan harga dikisaran Rp65 ribu per kilogram, dan bibit itu belum tentu bagus. Juga masih terbebani dengan porto-biaya lain wahana produksi guna memperoleh output panen yang memuaskan.
?Biaya-biaya itu akan terus membengkak, selain buat bibit, pupuk & obat-obatan, pengairan. Juga masih ada biaya energi kerja, biaya pajak, dan porto alat. Belum lagi, ini yg harus dipahami, yakni letak geografis arael buat menanam. Tentu tidak sama contohnya seperti yang di Tiongkok,? Urai alumni perguruan tinggi negeri pada Surabaya itu.
Sementara, sesuai karakteristiknya jenis tanaman bawang putih hanya mampu tumbuh dan membuat umbi yang baik harus ditanam pada ketinggian antara 700 meter sampai 1.200 meter pada atas bagian atas bahari
Belum lagi banyaknya lahan yang sudah beralih fungsi, pada daerah dataran tinggi. Disebutkan, puluhan ribu hektare lahan pada dataran tinggi telah berubah fungsi dan tidak mudah buat mencari huma baru. (one)